Kamis, 11 Februari 2016

MAS YOGI SANG SEJARAWAN MUDA DARI DESA KARANG KATES



Di Jawa, banyak sekali sejarawan-sejarawan yang sudah bergelar S1 sampai S2. Di antara sejarawan-sejarawan tersebut, banyak di antaranya juga yang merupakan sejarawan Nusantara. Hal ini wajar saja karena Nusantara juga merupakan negeri yang kaya akan sejarah. Dari semua sejarawan di Indonesia, ada seorang sejarawan yang membuat saya tertarik. Dia adalah Mas Yogi, yakni sejarawan muda yang menurut saya sangat berdedikasi tinggi dalam melindungi salah satu cagar budaya Nusantara. Caranya dalam melestarikan budaya dan melindungi budaya adalah yang paling unik, yaitu dengan melakukan hal sepele, namun ada sesuatu yang membuat saya salut padanya.
Di desa saya, ada sebuah arca yang berumur cukup tua yaitu arca ganesa yang dalam agama hindhu adalah dewa ilmu pengetahuan. Sosok ganesa di desa saya mungkin agak berbeda dengan daerah lainyaitu ganesa di Desa saya posisinya berdiri. Halini sangat unik mengingat di Desa lain posisinya digambarkan sedang duduk.
Beberapa hari yang lalu saya bertemu Mas Yogi, yang ternyata adalah salah satu penyelenggara acara shiwarati atau hari penghapusan dosa dalam agama hindhu. Saat itu, saya berbincang-bincang mengenai usaha saya untuk meletarikan baju adat jawa. Saat saya bilang kalau baju adat yang selama ini dipromosikan adalah yang modern, beliau sangat tertarik karena beliau juga berfikir bahwa kalau terlalu dimodernisasi maka yang tradisional akan hilang, padahal yang tradisional adalah yang asli. Misalnya saja udheng yang aslinya terbuat dari kain segi empat berukuran 1x1 meter dan dipakai dengan cara diikat, banyak yang tidak tahu, khususnya anak muda. Kemudian, cara pakai jarik yang dulunya dililitkan di pinggang dan diberi centhing, sekarang malah banyak anak muda yang lebih memilih rok yang bentuknya menyerupai jarik karena dianggap lebih praktis. Hal ini menurut saya sangat mengancam kelestarian yang tradisional. Dia juga tengah belajar memakai udheng TRADISIONAL guna mengembalikan udheng yang aslinya dipakai dengan cara diikatkankan di kepala.
Saat acara shiwaratri, saya banyak belajar sejarah dari dia, khususnya adalah sejarah arca gennesaitu sendiri. Hal unik yang saya pelajari adalah cara meramaikan situs purbakala. Seperti yang kita tahu bahwa situs-situs purbakala sangatlah sepi dan jarang peminat, termasuk saya yang juga malas ke situs-situs atau museum. Anak anak sekarang lebih suka ke Mal, melihat konser band, dan ke tempat-tempat hiburan yang menurut mereka lebih menarik dan tidak membosankan.
Saat itu, dia memaparkan bahwa situs ganesa ini kalau acaranya itu-itu saja maka sampai kapanpun ramainya hanya segitu saja. Maka dari itu, dia melakukan sebuah gebrakan, yaitu shiwaratri dan mengundang umat hindhu se Malang raya. Menurutnya, dengan menggelar acara yang sesuai situs, maka kita bisa membuat sebuah situs ramai. Seperti yang kita tahu bahwa ganesa adalah dewa ilmu pengetahuan dan anak dewa siwa dalam agama hindhu. Di acara shiwaratri, umat beragama hindhu berdoa kepada dewa ganesa. Dengan adanya arca dewa ganesa di desa, berarti kita harus mengundang umat beragama hindu dalam acara shiwaratri.
Mungkin anda berfikir kalau ini adalah hal sepele dan sering dilakukan orang. Menurut saya, justru hal sepele itulah maka jika tidak dilakukan ya tidak ada gunanya. Tapi, inilah yang membuat saya salaut padanya. Saat acara shiwaratri, saya iseng Tanya soal dana. Beliau berkata sebagian besar adalah dari PHDI, namun tidak semua. Setelah saya gali lebih jauh ternyata dia menyediakan tenda tanpa upah sepeserpun dan malah memberi upah kepada kepada anggota karang taruna yang membantunya. Alasannya sepele, kalau semua dibebankan pada pihak PHDI acara ini tidak akan jalan. Menurut saya ini sangat hebat, mengingat dia juga mengangkat yang cukup berat itu dari balai desa ke arca ganesa. Bahan bakar mobil puck up untuk mengangkut tenda itupun dibayar oleh dia. Dia juga berkata bahwa beliau lebih takut acara ini tidak jalan daripada memikirkan capek atau uangkanya habis. Halini dilakukannya karena kecintaannya kepada situs bersejarah Tanah Jawa, yaitu arca ganesa.
Hl yang saya pelajari dari dia adalah keikhlasan dalam melestarikan situs bersejarah yaitu arca ganesa. Yang kedua adalah hal yang jarang diketahui banyak orang, yaitu ternyata budha tantrayana juga memuja dewa ganesa.Ini dapat terlihat dari simbol di belakang arca ganesa, yaitu bulan dan bintang yang melambangkan hindhu dan budha. Selain itu, pengetahuan mengenai sejarah jawapun juga tidak perlu diragukan lagi. Dia menjelaskan sejarah Jawa dari awal sampai akhir.

Begitulah kisah dari Mas Yogi dari desa Karang Kates. Semoga informasi ini berguna untuk meramaikan situs-situs purbakala di Nusantara.

MATUR SEMBAH NUWUN

MERAMAIKAN SITUS PURBAKALA



Sejak kecil pasti kita telah dikenalkan banyak situ-situs peninggalan leluhur kita seperti candi Borobudur, prambanan, arca-arca, dan lain-lain. Situs-situs peninggalan dari masa lampau ini telah diwariskan kepada keturunannya, yaitu kita. Hal inilah yang menjadi dasar kita harus melindunginya.  Selain itu, banyak juga buku pelajaran yang membahas peninggalan masa lampau ini dan telah menjadi konsumsi wajib anak-anak sekolah saat ini.
Walaupun perlindungan terhadap situs peninggalan masa lampau ini telah banyak dilakukan, namun minat masyarakat terhadapnya sangatlah kurang. Hal ini tercermin dari sepinya museum-museum di Indonesia. Saya sendiri terus terang juga termasuk dalam orang yang malas ke museum. Selain membosankan karena itu-itu saja, fasilitas yang disediakan saya rasa juga sangat kurang.

Namun, di balik sepinya museum-museum yang ada di Indonesia, ternyata teman saya Mas Yogi punya hal menarik yang patut dipelajari guna meramaikan situs purbakala. Hal ini mungkin sepele, namun kalau hanya sekedar teori ya sama saja bohong. Cara ini juga telah terbukti meramaikan arca ganesa yang ada di Desa saya, dari yang dulunya sepi dan tak ada yang peduli sekarang sudah mulai dikenal. Walaupun tak setenar Borobudur dan Prambanan, namun saya sangat salut dengannya karena berkat ketekunannya melakukan cara sepele ini, dia berhasil membawa ganesa Karang Kates menjadi lebih baik lagi. Baiklah, mari kita bahas tips dari Mas Yogi tersebut.
1. Kenali dan pelajari
Yang pertama harus kita lakukan adalah mengenali. Maksudnya kita harus tahu seluk beluk sampai detail dari situs yang ada di sekitar kita agar kita bisa memunculkan potensi pariwisatanya.
2. Buat acara
Denngan kita mengetahui seluk beluk dari situs, kita bisa merancang acara yang sesuai dengan situs. Misalnya pada arca ganesa karang kates. Ganesa adalah dewa umat hindhu, namun budha tanrayana juga memuja dewa ganesa. Dengan kata lain kita bisa mengadakan acara sembahyangan 2 agama tersebut. Dalam agama hindhu, dewa ganesa dipuja saat shiwaratri. Jadi, kita harus membuat acara shiwaratri dengan mengundang umat hindhu seMalang Raya.
3. Promosi
Setelah kita tahu acara apa yang akan diselenggarakan, kita bisa promosi besar-besaran ke masyarakat sekitar, bahkan luar daerah bahwa di tanggal tertentu ada acara shiwaratri di situs tersebut. Agar masyarakat terus hadir tiap tahun, promosi terus dengan menggunakan kata tiap tahun shiwaratri diadakan, dengan begitu, tanpa diundangpun masyarakat akan tetap datang.
4. Nrima & Legawa
Yang terakhir ini adalah unsur terpenting dalam sebuah pelestarian budaya yang budayawanpun atau orang yang bekerja di dinas terkaitpun belum tentu punya. Hal inilah yang membuat saya salut dengan mas Yogi. Nrima &Legawa atau bahasa inggrisnya iklas. Maksudnya adalah saat bekerja harus ikhlas atau tanpa dimintapun kita akan menyediakan atau melakukannya. Saya akan member contoh apa yang dilakukan mas yogi saat menyelenggarakan acara shiwaratri.
Dalam acara shiwaratri, jamaah membutuhkan tenda agar tidak kehujanan. Mas Yogi malam 1 hari sebelum acara langsung menyediakan tenda untuk umat hindhu yang akan sembahyang. Dan hebatnya mas yogi memboyong tenda yang menurut saya cukup berat tanpa dibayar sepeserpun. Kalau ditanya apakah umat hindhu yang memintanya. Kalau ditanya soal itu mas Yogi menjawab TIDAK, dia bekerja karena kecintaannya terhadap arca ganesa. Dia lebih takut acaranya gagal dan pamor ganesa hilang daripada uang atau tenaga.
Itu belum seberapa, bensin untuk mobil puck up yang digunakan untuk membawa tendapun dibayar oleh mas Yogi. Bagi orang yang tidak suka budaya pasti bilang “untuk apa melakukan hal itu, sudah capek, tidak dibayar, malah bayar lagi”. Tapi mas Yogi tidak pernah mengeluh, dia sangat bersemangat melakukannya. Itulah kisah mas Yogi sang ahli sejarah yang sangat mencinai budaya dari desa Karang Kates.
Semoga saran saran tersebut bisa berguna untuk meramaikan situs-situs purbakala di Indonesia.

MATUR SEMBAH NUWUN

PELAN TAPI PASTI



Banyak di antara kita yang mungkin tidak tahu kalau udheng tradisional jawaterbuat dari kain segi empat yang kemudian dipakai dengan cara diikatkan di kepala si pemakai tanpa bantuan siapapun. Hal ini dikarenakan udheng-udheng yang ada di jawa sudah banyak yang dimodernisasi. Hampir semua promosi budaya udheng atau mungkin semua promosi udheng jawa menggunakan udheng modern dan bukan tradisional.
Di Jawa, mungkin masih banyak orang yang masih bisa membuat udheng tradisional, namun tidak semuanya menggunakannya untuk kegiatan sehari-hari. Di antara pelestari udheng itu jarang sekali yang mewariskan keahlian membuat udheng kepada anaknya. Mungkin alasannya adalah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Di zaman modern ini memang sangat aneh jika masih memakai udheng, inilah yang membuat udheng perlahan-lahan kehilangan ketenarannya di tanah kelahirannya sendiri.
Selama ini kita hanya focus pada budaya yang pelestarinya sangat sedikit atau yang sudah dinyatakan terancam punah, namun bagaimana nasib budaya yang pelestarinya masih banyak tapi mulai tidak dikenal. Proses hilangya udheng di tanah jawa terjadi sangat lambat, perlahan tapi pasti, sama seperti saudaranya yaitu batik. Perlahan tapi pasti batik mulai kehilangan ketenarannya, jangankan peduli atau prihatin, banayak orang ternyata yang menghina para pelestari batik. Seperti yang terjadi pada teman saya yang tinggal di Medan. Saat dia memakai batik ribuan hinaan datang padanya, namun apa yang terjadi saat batik diklaim Malaysia. Masyarakat yang dulunya menghina sekarang malah kebingungan melestarikan batik.
Kepunahan budaya yang berlangsung cepat memang sangat menghawatirkan, namun bukankah lebih berbahaya kepunahan yang berlangsung perlahan?
Sedikit demi sedikit, pelan tapi pasti, tak terasa budaya mulai hilang. Ketika tersadar kita baru tahu kita sudah tidak bisa membangkitkan kebudayaan itu atau bahkan budaya itu sudah berada di tangan Negara lain.

MATUR SEMBAH NUWUN

MODERNISASI UDHENG MALANGAN



Saat ini, modernisasi budaya tradisional sangat banyak dan tak terhitung jumlahnya. Modernisasi ini bertujuan agar penggunaan budaya tradisional lebih praktis dan tak memakan waktu lama. Hal ini juga terjadi pada udheng malangan yang dimodernisasi seperti blangkon. Udheng yang dulu cara memakainya diikatkan di kepala, sekarang telah berubah sama seperti blangkon. Dengan ini, penjualan bisa meningkat drastis. Modernisisi tersebut juga terjadi di daerah saya. Orang-orang memodernisasi udheng yang selama ini cara memakainya adalah dengan cara mengikatnya di kepala menjadi hanya diselubungkan saja, sehingga mirip dengan blangkon. Namun, hal yang saya pertanyakan adalah
 
1. Bagaimana nasib udheng tradisional Malangan?
2. Apakah udheng tradisional Malangan sudah dibukukan?
3. Apakah DISBUDPAR tahu cara membuat udheng tradisional?
4. Di mana udheng tradisional Malang saat ini?
5. Kenapa di berbagai acara Raka-raki tidak pernah dijumpai para raka raki yang memakai   
    udheng tradisional Malangan?
6. Siapa saja sekarang yang masih bisa membuat udheng tradidional Malangan?

Semoga udheng tradisional tidak tergeser kedudukannya oleh pemerintah, sehingga udheng tradisional tidak hilang dimakan zaman..



MATUR SEMBAH NUWUN

GANESA BERDIRI



      Arca atau yang dalam bahasa jawa disebut reca adalah sebuah warisan budaya masa lalu yang berupa patung atau tulisan. Di Indonesia terdapat banyak sekali arca dari peninggalan masa lalu, baik hindhu maupun budha. Salah satu dari peningggalan masa lalu tersebut adalah arca ganesha.
Di tempat saya, terdapat sebuah arca ganesha dari masa lampau. Bentuk arca ini tidak ada ubahnya dengan arca ganesha di tempat lain, namun arca yang terletak di desa Karang Kates, tidak duduk, namun berdiri.



Kata orang tua zaman dulu, ganesha di desa saya ada 2 buah, namun saat proses pemindahan ada sebuah kejadian gaib yang terjadi. Saat arca itu dipindah, di tengah perjalanan katanya arca tersebut menghilang. Sang supir kebingungan mencari arca tersebut mengira ada yang mencuri, tapi benda tersebut siapa yang bawa.  Setelah dicari, ternyata arca tersebut kembali ke asalnya, namun yang di atas tanah cuma 1 buah. Kata orang yang sesepuh desa, yang satunya lagi ada di bawahnya, dia tidak mau dipindah ke tempat lain
Jadi, sekarang sudah tahu kan peninggalan di desaku? Kalau ada waktu silakan mampir ke desa saya di Karang Kates, Malang.

MATUR SEMBAH NUWUN