Banyak di antara kita yang mungkin tidak tahu kalau
udheng tradisional jawaterbuat dari kain segi empat yang kemudian dipakai
dengan cara diikatkan di kepala si pemakai tanpa bantuan siapapun. Hal ini
dikarenakan udheng-udheng yang ada di jawa sudah banyak yang dimodernisasi.
Hampir semua promosi budaya udheng atau mungkin semua promosi udheng jawa
menggunakan udheng modern dan bukan tradisional.
Di Jawa, mungkin masih banyak orang yang masih bisa
membuat udheng tradisional, namun tidak semuanya menggunakannya untuk kegiatan
sehari-hari. Di antara pelestari udheng itu jarang sekali yang mewariskan
keahlian membuat udheng kepada anaknya. Mungkin alasannya adalah tidak sesuai
dengan perkembangan zaman. Di zaman modern ini memang sangat aneh jika masih memakai
udheng, inilah yang membuat udheng perlahan-lahan kehilangan ketenarannya di
tanah kelahirannya sendiri.
Selama ini kita hanya focus pada budaya yang
pelestarinya sangat sedikit atau yang sudah dinyatakan terancam punah, namun
bagaimana nasib budaya yang pelestarinya masih banyak tapi mulai tidak dikenal.
Proses hilangya udheng di tanah jawa terjadi sangat lambat, perlahan tapi
pasti, sama seperti saudaranya yaitu batik. Perlahan tapi pasti batik mulai
kehilangan ketenarannya, jangankan peduli atau prihatin, banayak orang ternyata
yang menghina para pelestari batik. Seperti yang terjadi pada teman saya yang
tinggal di Medan. Saat dia memakai batik ribuan hinaan datang padanya, namun
apa yang terjadi saat batik diklaim Malaysia. Masyarakat yang dulunya menghina
sekarang malah kebingungan melestarikan batik.
Kepunahan budaya yang berlangsung cepat memang
sangat menghawatirkan, namun bukankah lebih berbahaya kepunahan yang
berlangsung perlahan?
Sedikit demi sedikit, pelan tapi pasti, tak terasa
budaya mulai hilang. Ketika tersadar kita baru tahu kita sudah tidak bisa
membangkitkan kebudayaan itu atau bahkan budaya itu sudah berada di tangan
Negara lain.
MATUR SEMBAH NUWUN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar