Sejak kecil pasti kita telah dikenalkan banyak
situ-situs peninggalan leluhur kita seperti candi Borobudur, prambanan,
arca-arca, dan lain-lain. Situs-situs peninggalan dari masa lampau ini telah
diwariskan kepada keturunannya, yaitu kita. Hal inilah yang menjadi dasar kita
harus melindunginya. Selain itu, banyak
juga buku pelajaran yang membahas peninggalan masa lampau ini dan telah menjadi
konsumsi wajib anak-anak sekolah saat ini.
Walaupun perlindungan terhadap situs peninggalan
masa lampau ini telah banyak dilakukan, namun minat masyarakat terhadapnya
sangatlah kurang. Hal ini tercermin dari sepinya museum-museum di Indonesia.
Saya sendiri terus terang juga termasuk dalam orang yang malas ke museum.
Selain membosankan karena itu-itu saja, fasilitas yang disediakan saya rasa
juga sangat kurang.
Namun, di balik sepinya museum-museum yang ada di
Indonesia, ternyata teman saya Mas Yogi punya hal menarik yang patut dipelajari
guna meramaikan situs purbakala. Hal ini mungkin sepele, namun kalau hanya sekedar
teori ya sama saja bohong. Cara ini juga telah terbukti meramaikan arca ganesa
yang ada di Desa saya, dari yang dulunya sepi dan tak ada yang peduli sekarang
sudah mulai dikenal. Walaupun tak setenar Borobudur dan Prambanan, namun saya
sangat salut dengannya karena berkat ketekunannya melakukan cara sepele ini,
dia berhasil membawa ganesa Karang Kates menjadi lebih baik lagi. Baiklah, mari
kita bahas tips dari Mas Yogi tersebut.
1. Kenali dan pelajari
Yang pertama harus kita lakukan adalah
mengenali. Maksudnya kita harus tahu seluk beluk sampai detail dari situs yang
ada di sekitar kita agar kita bisa memunculkan potensi pariwisatanya.
2. Buat acara
Denngan kita mengetahui seluk beluk dari
situs, kita bisa merancang acara yang sesuai dengan situs. Misalnya pada arca
ganesa karang kates. Ganesa adalah dewa umat hindhu, namun budha tanrayana juga
memuja dewa ganesa. Dengan kata lain kita bisa mengadakan acara sembahyangan 2
agama tersebut. Dalam agama hindhu, dewa ganesa dipuja saat shiwaratri. Jadi,
kita harus membuat acara shiwaratri dengan mengundang umat hindhu seMalang
Raya.
3. Promosi
Setelah kita tahu acara apa yang akan
diselenggarakan, kita bisa promosi besar-besaran ke masyarakat sekitar, bahkan
luar daerah bahwa di tanggal tertentu ada acara shiwaratri di situs tersebut.
Agar masyarakat terus hadir tiap tahun, promosi terus dengan menggunakan kata
tiap tahun shiwaratri diadakan, dengan begitu, tanpa diundangpun masyarakat
akan tetap datang.
4. Nrima & Legawa
Yang terakhir ini adalah unsur terpenting
dalam sebuah pelestarian budaya yang budayawanpun atau orang yang bekerja di
dinas terkaitpun belum tentu punya. Hal inilah yang membuat saya salut dengan
mas Yogi. Nrima &Legawa atau bahasa inggrisnya iklas. Maksudnya adalah saat
bekerja harus ikhlas atau tanpa dimintapun kita akan menyediakan atau
melakukannya. Saya akan member contoh apa yang dilakukan mas yogi saat
menyelenggarakan acara shiwaratri.
Dalam acara shiwaratri, jamaah
membutuhkan tenda agar tidak kehujanan. Mas Yogi malam 1 hari sebelum acara
langsung menyediakan tenda untuk umat hindhu yang akan sembahyang. Dan hebatnya
mas yogi memboyong tenda yang menurut saya cukup berat tanpa dibayar
sepeserpun. Kalau ditanya apakah umat hindhu yang memintanya. Kalau ditanya
soal itu mas Yogi menjawab TIDAK, dia bekerja karena kecintaannya terhadap arca
ganesa. Dia lebih takut acaranya gagal dan pamor ganesa hilang daripada uang
atau tenaga.
Itu belum seberapa, bensin untuk mobil
puck up yang digunakan untuk membawa tendapun dibayar oleh mas Yogi. Bagi orang
yang tidak suka budaya pasti bilang “untuk apa melakukan hal itu, sudah capek,
tidak dibayar, malah bayar lagi”. Tapi mas Yogi tidak pernah mengeluh, dia
sangat bersemangat melakukannya. Itulah kisah mas Yogi sang ahli sejarah yang
sangat mencinai budaya dari desa Karang Kates.
Semoga saran saran tersebut bisa berguna untuk
meramaikan situs-situs purbakala di Indonesia.
MATUR SEMBAH NUWUN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar