Udheng
adalah salah satu kesenian bangsa jawa yang sudah berumur sangat tua. Kesenian
ini, sekarang sudah jarang sekali terlihat, sehingga bisa dibilang hampir
punah. Pemakai udheng, biasanya hanya seputaran seniman, budayawan, dll, tidak
seperti zaman dulu yang mana semua orang baik tua, muda, semua memakai udheng.
Kesenian
yang hanya dipakai oleh laki-laki ini, awalnya terbuat dari segi 4 atau segi
tiga berukuran 4 x 4 meter yang diikatkan di kepala si pemakai dan membentuk
bentuk tertentu. Di era modern ini, udheng telah dimoderenisasi besar-besaran,
dari yang dulunya dipakai dengan diikatkan di kempala, menjadi diselubungkan
seperti memakai topi. Namun, yang menjadi masalah adalah apakah udheng-udheng
yang telah dimodernisasi bisa disebut budaya tradisional dan tidak merusak
pakem yang ada. Lalu, bagaimana nasib udheng tradisional yang kian lama jarang
dipakai, karena banyak yang ingin kepraktisan dalam memakai udheng.
Di setiap
daerah, kota, desa memiliki udheng berbeda-beda tergantung daerahnya. Bahkan di
satu desa, perbedaan antara udheng yang satu dengan yang lain tetap ada. Saat
ini, setiap daerah berlomba-lomba membuat ikon daerahnya guna meningkatkan
pariwisata daerahnya.
Di
malang, juga terdapat ikon yang berupa baju adat, yaitu baju adat malangan yang
memiliki ciri khas udheng jawa timuran bermotif malangan, baju safari
kuning/oranye, dan celana hitam dengan jarik wiru. Dari ikon kota Malang
tersebut, ada satu ikon yang menarik perhatian saya karena terdapat misteri
yang belum bisa saya pecahkan. Misteri tersebut tentu bukan kemistisan ikon
ini, namun misteri keberadaan ikon ini dan alasan mengapa dia dipilih menjadi
ikon kota Malang. Baiklah, untuk mempersingkat waktu mari kita bahas mengenai
udheng malangan.
Udeng
malangan berbentuk udheng jawa timuran yang mirip blangkon dengan motif batik
malangan. Yang ramai dipromosikan oleh pemerintah Malang adalah udheng modern
yang cara memakainya sudah praktis, yaitu sama seperti topi atau blangkon dan
bukan udheng tradisional yang cara memakainya adalah dengan cara diikatkan di
kepala. Yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah udheng malangan yang asli
cara memakainya seperti blangkon atau diikatkan di kepala. Yang membuat saya
bingung lagi adalah apakah udheng malangan tradisional yang bermotif batik malangan
memang ada, kalau ada di mana udheng asli malang yang berumur cukup tua yang
bisa dijadikan acuan. Yang paling membuat saya bingung adalah kenapa bentuk
tersebut yang dipilih menjadi ikon. Bepapa persen pengguna udheng dengan
berbentuk malangan, apakah sudah diadakan penelitian, dan bila ada di mana
penelitian tersebut.
PERTANYAAN
YANG BELUM TERPECAHKAN
1. Di mana
udheng berbentuk dan bermotif malangan yang cukup tua untuk dijadikan acuan
kalau udheng malangan benar-benar ada? Saya belum pernah menemukan atau melihat
di pameran manapun.
2. Cara
memakau udheng malangan yang asli, diselubungkan atau diikatkan? Setahu saya,
semua udheng terbuat dari kain segi empat 1x1m dan cara memakainya diikatkan di
kepala.
3.Apa alasan
memilih bentuk tersebut? Berdasarkan apa? Setahu saya tiap desa memiliki bentuk
udheng yang berbeda-bena, bahkan di Desa saya yang tergolong kecil saya
menemukan 3 udheng yang berbeda, bagaimana dengan di malang kota tau bahkan
malang raya?
MATUR
SEMBAH NUWUN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar