Kalau sebelumnya kita membahas atau menjelaskan udheng
jawa beserta filosofi yang terkandung di dalamnya, hari ini kita akan mengajak
para pembaca untuk berfikir, memberi pendapat, dan mengoreksi jika ada yang salah. Tema kali ini
mungkin sedikit rumit, sulit, dan bahkan menantang untuk dibahas. Baiklah, kali
ini kita akan mengoreksi kembali tentang motif udheng malangan yang sering
dipromosikan.
Pertama-tama saya ingin membahas tentang motif udheng
malangan. Seperti yang kita tahu bahwa udheng memiliki banyak motif, setiap
motif memiliki makna tersendiri, ditambah lagi motif batik yang ada pada udheng
juga bisa mengidentifikasi atau menjadi ciri khas suatu suku atau asal daerah.
Seperti baduy luar yang berwarna biru dan baduy dalam putih.
Pada zaman sekarang, setiap daerah baik kota atau desa
menonjolkan motif udheng khas daerahnya yang tentunya berbeda dari daerah lain.
Sepertimotif madura yang identik dengan warna merah. Hal ini dimaksudkan agar
daerah tersuebut lebih populer dikarenakan memiliki ciri yang mencolok jika
dibandingkan dengan daerah lain.
Salah satu jenis udheng yang terkenal adalah udheng jawa
timuran yang memiliki bentuk seperti blangkon namun bagian depan memiliki
tonjolan. Di daerah malang, juga terdpat udheng serupa, namun memiliki motif
yang khas yang disebut batik malangan dengan warna dominan oranye atau kuning.
Udheng dengan motif ini diangkat karena cuma malanglah yang memiliki motif batik tersebut.
Hal yang ingin saya bahas kali ini adalah “apakah udheng
bermotif malangan benar benar ada?“. Hal ini menjadi masalah karena saya tidak
pernah melihat UDHENG TRADISIONAL BERMOTIF MALANGAN (BUKAN MODEREN) yang
berumur cukup tua yang bisa menjadi acuan bahwa benda tersebut benar-benar ada.
Hal yang mungkin membuat saya ragu lainnya adalah keterangan dari orang-orang
adat atau orang-orang yang dulunya pernah memakai udheng TRADISIONAL (BUKAN
MODEREN) yang menyatakan bahwa mereka belum pernah melihat udheng dengan motif
batik malangan. Lantas, dari mana asal udheng bermotif (bukan bentuk) malangan?
Padahal, menurut mereka motif udheng bermacam-macam dan mereka tidak pernah
melihat udheng (bukan motif jarik) bermotif malangan, lalu kenapa yang diangkat
menjadi ciri khas malang adalah udheng bermotif malangan yang mungkin bukan
motif mayoritas di daerah Malang.
Jika motif udheng tersebut bukan mayoritas, kenapa kita
tudak mengangkat bentuknya (bukan motif) saja sebagai identitas orang malang.
Di sini saya tidak pernah bilang bahwa udheng bermotif malangan tidak pernah
ada, namun saya hanya bilang bahwa saya tidak pernah melihat udheng tradisional
bermotif malangan yang berumur cukup tua, dan lagi menurut saksi orang adat yang pernah hidup di zaman
dulu, mengaku tidak pernah melihat udheng bermotif malangan.
Jika di antara pembaca ada yang memiliki udheng
(tradisional) bermotif malangan, silakan tag foto atau menghubungi saya sebagai
tambahan informasi, karena selain sumber yang saya pakai terbatas, bukti-bukti
sejarah yang saya punya atau di lingkungan saya sudah banyak yang hilang.
MATUR SEMBAH NUWUN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar